Perahu pustaka milik Armada Pustaka sebelum berlayar di kawasan Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. (Foto : Istimewa) |
Dengan riangnya siswa sekolah dasar di daerah pesisir Polewali Mandar itu "melahap" bacaan mereka. Aksi itu dilakukan para siswa usai melaksanakan senam kesegaran jasmani di sekolah.
Ada siswa yang membaca dengan suara nyaring dan ada juga yang diam menyudut sangat khusyuk membaca satu demi satu buku yang disediakan Armada Pustaka.
Buku-buku cerita bergambar dengan warna cerah dan komik-komik laku keras, seperti buku Putri Salju, Three Muskuteers, Dinosaurus. Bahkan, para guru juga tak mau kalah ikut membaca buku dari perahu pustaka milik komunitas literasi Armada Pustaka.
"Saya suka baca buku cerita rakyat. Tadi saya baca buku Putri Mandalika," ungkap Mutmaijah, siswi kelas VI SDN 006 Labuang.
Hal yang sama juga diutarakan Dian. Siswi kelas IV SDN 006 Labuang ini mengaku, sangat senang membaca buku sejak kelas II SD.
"Banyak buku yang bisa dibaca karena saya suka membaca buku, pokoknya seru," ungkapnya.
Antusiasme mereka terhadap buku cukup beralasan karena di sekolah itu tidak ada perpustakaan.
Perpustakaan bergerak yang diberi nama Perahu Pustaka ini memberi waktu setengah jam kepada para siswa untuk membaca buku.
Selepas itu, Koordinator Armada Pustaka Ridwan Alimuddin memberikan kuis kepada para siswa yang mampu menjelaskan ringkasan atau sinopsi dari buku yang telah mereka baca.
"Siapa yang bisa menceritakan sedikit dari isi buku yang sudah dibaca tadi, silakan maju ke depan. Bagi yang bisa kami siapkan hadiah," kata Ridwan sambil mengangkat sampul buku yang telah disiapkannya.
Beberapa di antara siswa masih malu-malu, namun dengan menggunakan bahasa Mandar, Ridwan menyemangati para siswa untuk berani bercerita di depan temannya yang lain.
Menurut dia, pemberian hadiah setiap menggelar lapak baca kepada anak-anak adalah salah satu trik untuk menarik minat baca di kalangan anak-anak. Buka lapak buku di sekolah-sekolah dilakukan setelah mendapat izin dari pihak sekolah.
Para siswa SMA tengah mencari dan membaca buku di Nusa Pustaka. (Foto : Istimewa) |
SDN 006 Labuang sendiri bisa ditempuh dengan menggunakan transportasi laut selama setengah jam dari Nusa Pustaka, Desa Pambusuang, Kecamatan Balanipa, Kabupaten Polewali Mandar, Sulbar.
Jika melewati jalur darat bisa mencapai 20 menit. Perahu Pustaka berlabuh di Pantai Gonda, salah satu lokasi wisata bahari yang tidak jauh dari SDN 006 Labuang.
Cinta perahu dan buku
Kecintaan terhadap perahu dan buku membuat Ridwan mencetuskan ide membuat Perahu Pustaka. Tujuannya untuk membawa buku-buku anak yang menyenangkan dan berwarna-warni ke desa nelayan terpencil dan pulau-pulau kecil.
Ide membuat perahu pustaka itu dimulai dari diskusi kecil di Twiter dengan Nirwan Ahmad Arsuka, seorang budayawan juga penulis, serta Aan Masnyur, penulis Film "Ada Apa Dengan Cinta", pada bulan Maret 2015 lalu.
Mereka kemudian sepakat memakai jenis perahu yang hampir punah di Sulawesi atau orang Mandar menyebut Baqgo. Alasannya, perahu jenis kargo itu mampu masuk ke perairan dangkal.
"Kami sepakat nama perahu Karaeng Pattinggalloang yang merupakan Perdana Menteri Kerajaan Gowa Tallo abad ke-17, kita beri nama itu karena beliau juga sangat mencintai ilmu pengetahuan dan menguasai 7 bahasa asing masa itu," tuturnya.
Ia kemudian ditunjuk untuk mengkoordinir Perahu Pustaka. Selain itu, dia sudah lama meneliti perahu dan ikut berlayar.
"Saya diminta urus itu dan saya ditunjuk untuk mengelola Perahu Pustaka 1. Saya gembira karena kan sering berlayar bersama nelayan, cuman tidak pernah bayangkan punya perahu kan harganya mahal sampai puluhan juta," terangnya.
Kemudian Perahu Pustaka 1 berlayar pertama kali ke Makassar saat menghadiri Makassar Internasional Writers Festival (MIWF). Sejak itu, Perahu Pustaka banyak dikenal publik dan banyak mendapatkan bantuan buku.
Awalnya, koleksi buku Perahu Pustaka adalah milik pribadi Ridwan. Tapi, buku-buku itu dewasa dan bacaan berat, sementara targetnya adalah anak-anak.
"Buku-bukunya saya simpan di rumah. Sampai ribuan buku, penuh di lantai atas rumah," tutur Ridwan.
Jika hanya mengandalkan perahu membawa buku, lanjut Ridwan, tentu tidak maksimal karena tidak bisa setiap hari berlayar karena biaya yang cukup tinggi. Kemudian, awal Desember 2015, Ridwan memamfaatkan kebun pisang milik mertuanya untuk membangun Nusa Pustaka sekaligus Museum Pustaka dan Museum Bahari yang tak jauh dari tempat tinggalnya.
"Kumpul-kumpul uang dan Nusa Pustaka selesai Februari 2016, pas bulan Maret kita adakan perpustakaan rakyat sepekan dan Nusa Pustaka kita resmikan 13 Maret," imbuhnya.
Sejak itu, Nusa Pustaka mulai dikenal dan donasi juga banyak masuk. Selanjutnya, ia mengikuti Gramedia Reading Community Competiton (GRCC) 2016 dan meraih juara satu untuk Indonesia Timur dan hadiahnya Rp 10 juta dan dapat juga penggalangan dana dari Kompas.com sebesar Rp 10 juta.
"Jadi totalnya 20 juta, nah itu kita belikan ATV untuk membawa buku di wilayah pendalaman atau pengunungan di Sulbar," terangnya.
Tujuan dibangun Nusa Pustaka adalah agar buku-buku dapat dimanfaatkan secara maksimal, mudah diakses masyarakat yang ingin membaca dan meminjam buku setiap saat.
ATV Pustaka mengelar lapak baca di Desa disambut anak-anak. (Foto : Istimewa) |
Sebelumnya, Armada Pustaka mengantar buku-buku ke daerah pengunungan dengan Motor Pustaka, namun sering rusak. Selain Perahu Pustaka, ungkap Ridwan, pihaknya juga memiliki Becak Pustaka, Bendi Pustaka dan Motor Pustaka.
"Setiap pakai ATV Pustaka saya dengan Urwa buat film pendeknya di Youtube dan posting di medsos, kang Maman Suherman dan temannya pengusaha bantu kami dana beli ATV lagi," tambahnya.
Setelah memiliki dua ATV, Armada Pustaka langsung meresmikan alat transportasi itu ke Palu, Sulawesi Tengah, untuk menghadiri peringatan Hari Aksara Internasional.
Sejak itu, Armada Pustaka juga banyak mendapat donasi dari Jakarta dan membuat Perahu Pustaka 2 untuk rute jarak dekat. Jika musim barat, maka perahu pustaka tidak berlayar mengantar buku ke wilayah pesisir.
"Kan ini daerah wisata, rencananya itu Ashari selaku nakhoda kapal jika ada wisatawan bisa pakai perahu. Jadi keuntungannya dibagi dua, untuk yang urus perahu dan operasionalnya," tambahnya.
Perahu Pustaka 1 telah mengarungi tiga provinsi, mulai dari Provinsi Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan dan paling jauh Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Sagori, Kabaena, Kabupaten Bombana.
"Tantangannya itu kalau berlayar jauh tentunya operasional, saya bawa tiga pelaut dan gaji harian kita bayar Rp 100.000 per orang selama satu minggu. Belum lagi biaya BBM dan logistik," ujarnya.
Rencananya, Perahu Pustaka Pattingaloang akan berlayar ke Kepulauan Bala-Balakang, perbatasan Provinsi Sulawesi Barat dengan Provinsi Kalimantan Timur, pasca bulan Ramadhan, untuk membuka lapak buku di pulau tersebut.
"Kita akan dibantu perusahaan operator pelabuhan di Jakarta, kita sudah dibantu 20 pelampung. Kita berlayar jauh saat musim timur, kalau musim barat tidak," jelas Ridwan.
Bersambung