KENDARI - Jargon pembangunan "Gembira" Bupati Bombana Tafdil disorot
mahasiswa asal Bombana dalam aksi unjuk rasa, Rabu (11/9/2013). Versi
mahasiswa, pembangunan didaerah itu belum menunjukkan progres
menjanjikan. Padahal menguras miliaran rupiah uang rakyat.
Massa menilai program itu gagal dan berpotensi korupsi lalu disuarakan di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra, kemarin.
Ketua presidium Gerakan Mahasiswa Peduli Rakyat Sultra (Gempur) Darwis membeberkan sejak digulirkan dua tahun lalu, tiga program utama Gerakan Membangun Bombana dengan Ridho Allah (Gembira), yakni Gembira Kota dialokasikan dana sebesar Rp 20 miliar, Gembira Kecamatan dianggarkan Rp 1 miliar setiap kecamatan (22 kecamatan) dan Gembira Desa sebanyak Rp 350 juta setiap desa (138 desa).
"Yang jadi pertanyaan, apa yang telah dilakukan pemerintah Bombana dengan anggaran miliaran rupiah itu. Sementara tidak ada perubahan signifikan disana," ujar Darwis diamini rekan-rekannya di Kejati Sultra, kemarin.
Tak dipungkiri Darwis, ada juga pembangunan infrastruktur jalan dalam kota namun hasilnya tidak maksimal.
"Pengaspalan jalan menelan anggaran Rp 7 miliar tapi belum sebulan dinikmati justru rusak. Kami datang ini demi penyelamatan uang negara. Bahkan, petunjuk operasional Gembira diubah lima kali," rinci Darwis.
Gempur mendesak BPK RI Perwakilan Sultra mengaudit program Gembira yang dinilai sarat KKN. Mendesak Kejati Sultra memeriksa realisasi program itu. Termasuk memeriksa Bupati dan Wakil Bupati Bombana sebagai penganggungjawab anggaran negara.
Kasi Penkum dan Humas Kejati Sultra Baharuddin yang menerima aspirasi Gempur menegaskan akan menindalanjuti laporan itu, namun sebelumnya melakukan telaahan.
"Nanti saya cek apakah ini juga sudah masuk dalam penyelidikan tim jaksa. Karena kami disini banyak tim. Kalaupun belum masuk maka ini sebatas informasi awal saja yang harus ditelaah," ujar Baharuddin saat menerima massa Gempur diruang kerjanya sembari meminta tambahan data lengkap.
Misalnya, menelaah apakah dananya dikucurkan atau tidak sehingga tidak ada realisasi kegiatan pembangunan. Jadi untuk memastikan itu penyidik Kejati butuh waktu.
"Nantinya kami akan konfrontir BUD, apakah dananya dikucurkan atau tidak dan dikucurkan tetapi tidak digunakan oleh kecamatan dan desa," tandasnya.
Massa menilai program itu gagal dan berpotensi korupsi lalu disuarakan di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra, kemarin.
Ketua presidium Gerakan Mahasiswa Peduli Rakyat Sultra (Gempur) Darwis membeberkan sejak digulirkan dua tahun lalu, tiga program utama Gerakan Membangun Bombana dengan Ridho Allah (Gembira), yakni Gembira Kota dialokasikan dana sebesar Rp 20 miliar, Gembira Kecamatan dianggarkan Rp 1 miliar setiap kecamatan (22 kecamatan) dan Gembira Desa sebanyak Rp 350 juta setiap desa (138 desa).
"Yang jadi pertanyaan, apa yang telah dilakukan pemerintah Bombana dengan anggaran miliaran rupiah itu. Sementara tidak ada perubahan signifikan disana," ujar Darwis diamini rekan-rekannya di Kejati Sultra, kemarin.
Tak dipungkiri Darwis, ada juga pembangunan infrastruktur jalan dalam kota namun hasilnya tidak maksimal.
"Pengaspalan jalan menelan anggaran Rp 7 miliar tapi belum sebulan dinikmati justru rusak. Kami datang ini demi penyelamatan uang negara. Bahkan, petunjuk operasional Gembira diubah lima kali," rinci Darwis.
Gempur mendesak BPK RI Perwakilan Sultra mengaudit program Gembira yang dinilai sarat KKN. Mendesak Kejati Sultra memeriksa realisasi program itu. Termasuk memeriksa Bupati dan Wakil Bupati Bombana sebagai penganggungjawab anggaran negara.
Kasi Penkum dan Humas Kejati Sultra Baharuddin yang menerima aspirasi Gempur menegaskan akan menindalanjuti laporan itu, namun sebelumnya melakukan telaahan.
"Nanti saya cek apakah ini juga sudah masuk dalam penyelidikan tim jaksa. Karena kami disini banyak tim. Kalaupun belum masuk maka ini sebatas informasi awal saja yang harus ditelaah," ujar Baharuddin saat menerima massa Gempur diruang kerjanya sembari meminta tambahan data lengkap.
Misalnya, menelaah apakah dananya dikucurkan atau tidak sehingga tidak ada realisasi kegiatan pembangunan. Jadi untuk memastikan itu penyidik Kejati butuh waktu.
"Nantinya kami akan konfrontir BUD, apakah dananya dikucurkan atau tidak dan dikucurkan tetapi tidak digunakan oleh kecamatan dan desa," tandasnya.