• Jelajahi

    Copyright © Swarasultra.com
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan 1

    Iklan 2

    Korupsi

    Dipanggil Sebagai Saksi, Nenek Ini Ditahan

    Redaksi SwaraSultra.com
    Kamis, 11 April 2013, 21.08.00 WITA Last Updated 2020-07-22T02:04:44Z
    KENDARI, QQ Blog Berita -- Nurjaniah Gazali alias ibu Mimi (57), salah seorang warga adat Sambandete- Walandewa (Sambawa) Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara ditahan di Polres Konawe, karena diduga melakukan tindak pidana kejahatan yang mendatangkan bahaya bagi keamanan umum.

    Penahanan terhadap ahli waris tanah adat di Sambawa, bermula dari panggilan polisi pada tanggal 26 maret, sebagai saksi untuk kasus lingge dengan tuduhan pengrusakan pos jaga milik PT. Pertambangan bumi indonesia pada tanggal 8 maret lalu.

    Bustaman, kuasa hukum Mimi dari LBH Kendari mengungkapkan, proses penangkapan dan penahanan   yang dilakukan terhadap Hj. Mimi, terkesan dipaksakan, karena tidak ada pasal yang disangkakan yang membuktikan  tersangka melakukan perbuatan tersebut.

    “Tanggal 9 april 2013, muncul surat panggilan dari Polres Konawe sebagai tersangka atas tuduhan melakukan tindak pidana kejahatan yang mendatangkan bahaya bagi keamanan umum, manusia atau barang dan atau kejahatan terhadap ketertiban umum dan atau secara bersama-sama dimuka umum melakukan kekerasan terhadap barang atau pengrusakan dan atau turut serta melakukan perbuatan yang dapat dihukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 187 Subs pasal 160 lebih Subs 170 lebih Subs lagi pasal 406 KUH. Pidana Jo. pasal 55,56 KUHP,” terangnya, di kantor LBH Kendari, Rabu (10/4/2013).

    Menurutnya, di hari yang sama, setelah diperiksa Hj. Mimi langsung ditahan di sel Polres Konawe, dengan surat penangkapan nomor polisi: Sp.Kap/25/IV/2013/SATRESKRIM dan surat penahanan nomor polisi: Sp.Han/23/IV/2013/SATRESKRIM.

    Dikatakan Bustaman, penahanan terhadap Hj. Mimi sengaja dilakukan oleh PT. PBI untuk melemahkan perjuangan masyarakat adat Sambawa serta upaya-upaya pengakuan tanah adat Sambawa yang saat ini sedang dalam proses penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten Konawe Utara.

    Sementara itu, Hartono, Direktur Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sultra, ada dasar surat dari bupati konawe utara kepada PT. Pertambangan Bumi Indonesia nomor 188-5/199 tahun 2013 tentang pemberhentian sementara kegiatan/aktivitas usaha pertambangan, perkebunan, dan usaha pertanian/perkebunan masyarakat pada lahan/tanah yang diklaim sebagai tanah adat/tanah ulayat masyarakat sambawa dalam wilayah kabupaten konawe utara, tertanggal 4 januari 2013.

    “Surat  tersebut ternyata tidak diindahkan oleh pihak perusahaan (PT. Pertambangan Bumi Indonesia/PT. PBI), dengan tetap melakukan aktivitas dilahan yang disengketakan oleh masyarakat adat Sambawa. Maka masyarakat berinisiatif turun ke lapangan untuk menghentikan aktivitas PT. PBI. Jadi saya minta Bupati Konawe Utara untuk mencabut izin pertambangan PT. PBI,” ujarnya.

    Reaksi protes juga diungkapkan direktur Walhi Sultra, Susiyanti Kamil. Ia menilai,  penangkapan Ibu Mimi atas tuduhan pengrusakan pos jaga milik PT. PBI menggambarkan bahwa sikap pemerintah  daerah lebih berpihak kepada kelompok pemodal atau perusahaan tambang.

    Menurutnya, telah terjadi kongkalingkong antara Polres Konawe, Pemda Konawe Utara dengan PT. PBI untuk merong-rong perjuangan masyarakat adat Sambawa untuk mendapatkan pengakuan wilayah kelola adatnya. “ hal ini tidak boleh dibiarkan, masyarakat sambawa akan tetap melakukan perjuangan walaupun akan semakin banyak dari mereka yang akan dikriminalisasi oleh aparat hukum”, tegasnya.

    Walhi Sultra bersama LBH Kendari, JATAM Sultra dan Solidaritas Perempuan (SP) Kendari menuntut agar dilakukan penangguhan penahanan terhadap Hj. Mimi dari tuduhan pengrusakan fasilitas PT. PBI sampai ada kejelasan status tanah yang disengketakan dari pemerintah daerah.

    Selain itu, mereka juga meminta dengan tegas kepada Bupati Konawe  Utara untuk mencabut izin usaha pertambangan PT. PBI, karena keberadaan perusahaan ini dinilai sebagai dalang dari munculnya konflik yang berkepanjangan di Konawe Utara.

    Mereka juga meminta kepada DPRD Konawe Utara serta Bupati Konawe Utara untuk mempercepat penerbitan peraturan daerah tentang pengakuan tanah adat masyarakat Sambawa, dan menghentikan kriminalisasi terhadap perjuangan hak azasi manusia, serta meminta jaminan dan perlingdungan dari pemerintah terhadap perempuan dalam mengelola sumberdaya alam. (qq)
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini