KENDARI - Seluruh produk yang dihasilkan Komisi
Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara dinilai cacat
hukum sejak akhir tahun 2009 silam. Pasalnya, Ketua KPU Konawe Sukiman Tosugi telah diberhentikan oleh Dewan
Kehormatan KPU Sulawesi Tenggara (DK-KPU) pada tahun 2009 atas kasus penggelembungan suara calon legislative
(Caleg) DPRD Provinsi Sultra yang berasal dari daerah pemilihan (Dapil) Konawe.
Hal itu diungkapkan
salah satu pengacara sekaligus pengamat hukum, Baron Harahap, Rabu (26/12/2012),
di Kendari. Ia mengungkapkan
pemberhentian, Sukiman Tosugi itu tertuang dalam keputusan DK KPU Provinsi
Sultra Nomor: 57/A/X/I.PKE/2009/DK.KPU Prov Sultra. Putusan tersebut,
ditandantangi pada Desember 2009 oleh Kaimuddin Haris sebagai Ketua DK dan
Mas'udi serta Marwan Halik masing-masing sebagai anggota DK. Namun hasil keputusan DK itu tidak
ditindaklanjuti dengan konsekuensi
pemecatan oleh KPU Sultra saat itu.
Padahal Sukiman Tosugi, dinilai sebagai otak yang mendesain terjadinya
masalah tersebut. Sedang empat anggotanya hanya diberi teguran tertulis karena
turut serta membiarkan kelakuan pimpinan mereka.
Dalam putusan itu, Sukiman Tosugi bersama empat
anggota KPU Konawe lainnya masing-masing Hajatul, Suhardin Tosepu, Rudiasin dan
Bislan terbukti menggelembungkan suara caleg dan mengurangi suara caleg yang
berpotensi konflik internal di PAN. Selain itu, Sukiman Tosugi, terbukti
menggunakan suara tidak sah untuk caleg tertentu, menggelembungkan DPT dan
menggandakan DPT untuk memudahkan perubahan perolehan suara caleg
tertentu.
“Pasca pemberhentian
oleh DK, Ketua KPU Konawe ini tidak berhak lagi untuk membuat produk-produk
hukum maupun kegiatan KPU Konawe lainya. Apa lagi kewenangan DK ini diatur oleh
Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2007, dalam pasal 111 UU ini disebutkan
keputusan itu bersifat mengikat kemudian wajib dilaksanakan dan mengikat dan
harus berlaku sejak keputusan itu dibuat,” jelas Baron Harahap.
Ia menjelaskan,
saat ini komisioner KPU yang harusnya menerbitkan putusan tersebut sedang
mengalami kekosongan, maka menurut Baron, yang harus segera bertindak
menerbitkan SK pemberhentian Ketua KPU Konawe tersebut adalah KPU pusat. Iapun
menilai, belum adanya pemberhentian tersebut akibat pembiaran yang dilakukan
oleh komisioner KPU Provinsi Sultra yang telah dipecat beberapa waktu lalu
Baron menegaskan, keputusan yang dikeluarkan oleh DK-KPU
Sultra pada tahun 2009 lalu merupakan perintah hukum yang harus dijalankan. Jika
tidak dilakukan, maka hal itu akan berimbas pada cacat hukum dalam proses Pemilihan
Bupati dan Wakil Bupati Konawe yang saat ini tahapannya sedang dilaksanakan KPU
setempat.
" Keputusan DK-KPU Sultra sifatnya mengikat, pasalnya itu merupakan produk
hukum jadi harus dieksekusi. KPU Sultra jangan terkesan melakukan pembiaran.,"
tukasnya.
Untuk diketahui, KPU Konawe sementara melaksanakan tahapan pemilihan Bupati
dan Wakil Bupati setempat periode
2013-2018. Saat ini, delapan pasangan
bakal calon kepala daerah sudah melakukan pemeriksaan kesehatan dan dijadwalkan
awal bulan depan penetapan pasangan calon Bupati yang dinyatakan lolos.(qq)